Pendidikan tinggi di Jateng terus diingatkan untuk tidak hanya mementingkan mengeluarkan ijazah saja. Namun juga menyiapkan para calon lulusan untuk menghadapai MEA 2015
SEMARANG—Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Prof Mansyur Ramli mengingatkan kalangan perguruan tinggi jangan hanya berorientasi pada ijazah semata.
“Sebentar lagi, kita kan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Siap tidak siap, harus dihadapi. Makanya, perguruan tinggi jangan berorientasi ijazah semata,” katanya seperti dikutip Antara, Sabtu (1/2/2015).
Hal itu diungkapkannya usai seminar bertajuk “Memperjuangan Status Akreditasi dan Menjaga Kualitas Perguruan Tinggi” yang diprakarsai Majalah Kampus Indonesia di Hotel Patra Jasa Semarang.
Menurut Ramli, orientasi ijazah semata merupakan “necessary conditions” (syarat perlu), sementara untuk meningkatkan daya saing harus berorientasi pada “sufficient conditions” (syarat cukup).
“Artinya, ‘sufficient conditions’ adalah memberikan kompetensi dan keahlian pada mahasiswa. Akreditasi menjadi jaminan bahwa proses pendidikan di perguruan tinggi berjalan dengan baik,” katanya.
Ia menjelaskan akreditasi memang diperlukan untuk memberikan jaminan kepada masyarakat, termasuk kepentingan “users”, yakni dunia kerja yang akan menggunakan para lulusan perguruan tinggi.
“Tentu, kita semua tidak ingin pendidikan diselenggarakan secara abal-abal, tanpa ada penjaminan mutu. Perlu ada jaminan mutu program perguruan tinggi diselenggarakan secara baik,” ujarnya.
Dalam memenuhi akreditasi, diakuinya, ada sejumlah kendala yang dihadapi perguruan tinggi, antara lain pemenuhan kualifikasi dosen yang dipersyaratkan strata dua (S-2) meski untuk program diploma.
Ramli menyadari ada beberapa bidang pendidikan tertentu yang terbatas program pembelajaran S-2-nya, seperti kebidanan sehingga perguruan tinggi kerap kesulitan memenuhi kualifikasi pendidikan dosennya.
“Ada juga syarat, program studi minimal punya enam dosen di bidangnya. Untuk program tertentu, seperti kebidanan, tentu susah mencarinya. Makanya, kami nilai fleksibel tergantung kurikulumnya,” katanya.
Ia mencontohkan pemenuhan syarat enam dosen untuk prodi kebidanan, misalnya tidak kaku harus dari dosen S2 kebidanan, namun bisa dipenuhi dari dosen dari dokter obstetri dan ginekologi (obsgin).
Sumber: Solopos